Kamis, 16 April 2015

Isi dari UU NO 34 tahun 2004



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2004
TENTANG
TENTARA NASIONAL INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b. bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman
militer serta ancaman bersenjata terhadap keutuhan bangsa dan negara;
c. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer
untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan
perdamaian regional dan internasional;
d. bahwa Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan
politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan
hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi, dengan dukungan anggaran
belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel;
e. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan bersenjata
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3368) dinilai tidak sesuai lagi dengan perubahan kelembagaan
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Tentara Nasional Indonesia yang didorong oleh tuntutan
reformasi dan demokrasi, perkembangan kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga
undang-undang tersebut perlu diganti;
f. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4169) telah mengamanatkan dibentuknya peraturan perundang-undangan mengenai Tentara
Nasional Indonesia; dan
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d, e, dan f perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22 A, Pasal 27 ayat (3), dan Pasal
30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional
Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Negara adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Warga Negara adalah warga negara Republik Indonesia.
3. Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia.
4. Wilayah adalah seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundangundangan.
5. Pertahanan negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa
dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun dengan memperhatikan
kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
6. Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh
warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah
dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan untuk
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah. Negara Republik Indonesia, dan
melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman.
7. TNI adalah Tentara Nasional Indonesia.
8. Departemen Pertahanan adalah pelaksana fungsi pemerintah di bidang pertahanan negara.
9. Menteri Pertahanan adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan negara.
10. Panglima TNI yang selanjutnya disebut Panglima adalah perwira tinggi militer yang memimpin TNI.
11. Angkatan adalah Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
12. Kepala Staf Angkatan adalah Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, dan Kepala Staf
Angkatan Udara.
13. Prajurit adalah anggota TNI.
14. Dinas Keprajuritan adalah pengabdian seorang warga negara sebagai prajurit TNI.
15. Prajurit Sukarela adalah warga negara yang atas kemauan sendiri mengabdikan diri dalam dinas
keprajuritan.
16. Prajurit wajib adalah warga negara yang mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan karena diwajibkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
17. Prajurit siswa adalah warga negara yang sedang menjalani pendidikan pertama untuk menjadi prajurit.
18. Pendidikan pertama adalah pendidikan untuk membentuk Prajurit Siswa menjadi anggota TNI yang
ditempuh melalui pendidikan dasar keprajuritan.
19. Pendidikan pembentukan adalah pendidikan untuk membentuk tamtama menjadi bintara atau bintara
menjadi perwira yang ditempuh melalui pendidikan dasar golongan pangkat.
20. Militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
21. Tentara adalah warga negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara
guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata.
22. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai
mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan
segenap bangsa.
23. Ancaman militer adalah ancaman yang dilakukan oleh militer suatu negara kepada negara lain.
24. Ancaman bersenjata adalah ancaman yang datangnya dari gerakan kekuatan bersenjata.
25. Gerakan Bersenjata adalah gerakan sekelompok warga negara suatu negara yang bertindak melawan
pemerintahan yang sah dengan melakukan perlawanan bersenjata.
BAB II
JATI DIRI
Pasal 2
Jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah:
a. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia;
b. Tentara pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak
mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;
c. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara dan di
atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama; dan
d. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis,
tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut
prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum
internasional yang telah diratifikasi.
BAB III
KEDUDUKAN
Pasal 3
(1) Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.
(2) Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi
Departemen Pertahanan.
Pasal 4
(1) TNI terdiri dari atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang
melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima.
(2) Tiap-tiap angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kedudukan yang sama dan
sederajat.
BAB IV
PERAN, FUNGSI, DAN TUGAS
Bagian Kesatu
Peran
Pasal 5
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan
kebijakan dan keputusan politik negara.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 6
(1) TNI sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai:
a. penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam
negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
b. penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
c. pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen utama
sistem pertahanan negara.
Bagian Ketiga
Tugas
Pasal 7
(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,mempertahankan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. Operasi militer untuk perang.
b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. mengatasi gerakan separatisme bersenjata;
2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. mengatasi aksi terorisme;
4. mengamankan wilayah perbatasan;
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
7. mengamankan Presiden dan wakil presiden beserta keluarganya;
8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai
dengan sistem pertahanan semesta;
9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan
ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala dan perwakilan pemerintah asing
yang sedang berada di Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan
kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap
pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan
politik negara.
Pasal 8
Angkatan Darat bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra darat di bidang pertahanan;
b. melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain;
c. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra darat; serta
d. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat.
Pasal 9
Angkatan Laut bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
b. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan
hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
c. melaksanakan tugas diplomasi Angkatan laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang
ditetapkan oleh pemerintah;
d. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut; serta
e. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut;
Pasal 10
Angkatan Udara bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan;
b. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan
ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
c. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara; serta
d. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.
BAB V
POSTUR DAN ORGANISASI
Bagian Kesatu
Postur
Pasal 11
(1) Postur TNI dibangun dan dipersiapkan sebagai bagian dari postur pertahanan negara untuk mengatasi
setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata.
(2) Postur TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun dan dipersiapkan sesuai dengan kebijakan
pertahanan negara.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 12
(1) Organisasi TNI terdiri atas Markas Besar TNI yang membawahkan Markas Besar TNI Angkatan Darat,
Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan Markas Besar TNI Angkatan Udara.
(2) Markas Besar TNI terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan
pelaksana pusat, dan Komando Utama Operasi.
(3) Markas Besar Angkatan terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan
pelaksana pusat, dan Komando Utama Pembinaan.
(4) Susunan organisasi TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 13
(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.
(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.
(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira
Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang
calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan
paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan
calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai
pengganti.
(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.
(9) alam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan
memberhentikan Panglima lama.
(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.
Pasal 14
(1) Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan dan berkedudukan di bawah Panglima serta
bertanggung jawab kepada Panglima.
(2) Kepala Staf Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima.
(3) Kepala Staf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dari Perwira Tinggi aktif dari angkatan yang
bersangkutan dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(4) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan keputusan Presiden.
Pasal 15
Tugas dan kewajiban Panglima adalah:
1. memimpin TNI;
2. melaksanakan kebijakan pertahanan negara;
3. menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer;
4. mengembangkan doktrin TNI;
5. menyelenggarakan penggunaan kekuasaan TNI bagi kepentingan operasi militer;
6. menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta memelihara kesiagaan operasional;
7. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pertahanan
negara.
8. memberikan pertimbangan kepada Mentari Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pemenuhan
kebutuhan TNI dan komponen pertahanan lainnya;
9. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam menyusun dan melaksanakan
perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara;
10. menggunakan komponen cadangan setelah dimobilisasi bagi kepentingan operasi militer;
11. menggunakan komponen pendukung yang telah disiapkan bagi kepentingan operasi militer; serta
12. melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Tugas dan kewajiban Kepala Staf Angkatan adalah:
1. memimpin Angkatan dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional Angkatan;
2. membantu Panglima dalam menyusun kebijakan tentang pengembangan postur, doktrin, dan strategi
serta operasi militer dengan matra masing-masing;
3. membantu Panglima dalam penggunaan komponen pertahanan negara sesuai dengan kebutuhan
Angkatan; serta
4. melaksanakan tugas lain sesuai dengan matra masing-masing yang diberikan oleh Panglima.
BAB VI
PENGERAHAN DAN PENGGUNAAN KEKUATAN TNI
Bagian Kesatu
Pengerahan
Pasal 17
(1) Kewenangan dan Tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.
(2) Dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden harus mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 18
(1) Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden
dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI.
(2) Dalam hal pengerahan langsung kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 2 X 24
jam terhitung sejak dikeluarkannya keputusan pengerahan kekuatan, Presiden harus melaporkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), Presiden harus menghentikan pengerahan kekuatan TNI tersebut.
Bagian Kedua
Penggunaan
Pasal 19
(1) Tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI.
(2) Dalam hal penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panglima bertanggung jawab
kepada Presiden.
Pasal 20
(1) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer untuk perang, dilakukan untuk
kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk
kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka tugas perdamaian dunia dilakukan sesuai dengan kebijakan
politik luar negeri Indonesia dan ketentuan hukum nasional.
BAB VII
PRAJURIT
Bagian Kesatu
Ketentuan Dasar
Pasal 21
Prajurit adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas
keprajuritan.
Pasal 22
Prajurit terdiri atas Prajurit Sukarela dan Prajurit Wajib.
Pasal 23
(1) Prajurit Sukarela menjalani dinas keprajuritan dengan ikatan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Prajurit Wajib menjalani dinas keprajuritan berdasarkan ikatan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
Pasal 25
(1) Prajurit adalah insan prajurit yang:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bermoral dan tunduk pada hukum serta peraturan perundang-undangan;
d. berdisiplin serta taat kepada atasan; dan
e. bertanggung jawab dan melaksanakan kewajibannya sebagai tentara.
(2) Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwajibkan mengucapkan Sumpah Prajurit.
Pasal 26
(1) Prajurit dikelompokkan dalam golongan kepangkatan perwira, bintara, dan tamtama.
(2) Golongan kepangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan keputusan
Panglima.
Pasal 27
(1) Setiap prajurit diberi pangkat sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab hierarki keprajuritan.
(2) Pangkat menurut sifatnya dibedakan sebagai berikut:
a. pangkat efektif diberikan kepada prajurit selama menjalani dinas keprajuritan dan membawa akibat
administrasi penuh;
b. pangkat lokal diberikan untuk sementara kepada prajurit yang menjalankan tugas dan jabatan
khusus yang sifatnya sementara, serta memerlukan pangkat yang lebih tinggi dari pangkat yang
disandangnya, guna keabsahan pelaksanaan tugas jabatan tersebut dan tidak membawa akibat
administrasi; dan
c. pangkat tituler diberikan untuk sementara kepada warga negara yang diperlukan dan bersedia
menjalankan tugas jabatan yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan keprajuritan
tertentu di lingkungan TNI, berlaku selama masih memangku jabatan keprajuritan tersebut, serta
membawa akibat administrasi terbatas.
(3) Susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan keputusan Panglima.
Bagian Kedua
Pengangkatan
Pasal 28
(1) Persyaratan umum untuk menjadi prajurit adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. pada saat dilantik menjadi prajurit berumur paling rendah 18 tahun;
e. tidak memiliki catatan kriminalitas yang dikeluarkan secara tertulis oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak sedang kehilangan hak menjadi prajurit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. lulus pendidikan pertama untuk membentuk prajurit siswa menjadi anggota TNI; dan
i. persyaratan lain sesuai dengan keperluan.
Pasal 29
(1) Pendidikan untuk pengangkatan prajurit terdiri atas pendidikan perwira, bintara, dan tamtama.
(2) Pelaksanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan
Panglima.
Pasal 30
(1) Perwira dibentuk melalui:
a. pendidikan pertama perwira bagi yang berasal langsung dari masyarakat:
1. Akademi TNI, dengan masukan dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas; dan
2. Sekolah Perwira, dengan masukan dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau Perguruan
Tinggi.
b. pendidikan pembentukan perwira yang berasal dari prajurit golongan bintara.
(2) Pendidikan perwira sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 31
(1) Bintara dibentuk melalui:
a. pendidikan pertama bintara yang berasal langsung dari masyarakat; atau
b. pendidikan pembentukan bintara yang berasal dari prajurit golongan tamtama.
(2) Pendidikan bintara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 32
(1) Tamtama dibentuk melalui pendidikan pertama tamtama yang langsung dari masyarakat.
(2) Pendidikan tamtama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan
Panglima.
Pasal 33
(1) Perwira diangkat oleh Presiden atas usul Panglima.
(2) Bintara dan tamtama diangkat oleh Panglima.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 34
(1) Pelantikan menjadi prajurit dilaksanakan dengan mengucapkan Sumpah Prajurit.
(2) Pelantikan menjadi prajurit golongan perwira selain mengucapkan Sumpah Prajurit juga mengucapkan
Sumpah Perwira.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan
Panglima.
Pasal 35
Sumpah Prajurit adalah sebagai berikut:
Demi Allah saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan;
bahwa saya akan taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan;
bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan
Negara Republik Indonesia;
bahwa saya akan memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.
Pasal 36
Sumpah Perwira adalah sebagai berikut:
Demi Allah saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban perwira dengan sebaik-baiknya terhadap bangsa Indonesia dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya akan menegakan harkat dan martabat perwira serta menjunjung tinggi Sumpah Prajurit dan Sapta
Marga;
bahwa saya akan memimpin anak buah dengan memberi suri teladan, membangun karsa, serta menuntun pada
jalan yang lurus dan benar;
bahwa saya akan rela berkorban jiwa raga untuk membela nusa dan bangsa.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Larangan
Pasal 37
(1) Prajurit berkewajiban menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh bangsa dan negara untuk
melakukan usaha pembelaan negara sebagaimana termuat dalam Sumpah Prajurit.
(2) Untuk keamanan negara, setiap prajurit yang telah berakhir menjalani dinas keprajuritan atau prajurit
siswa yang karena suatu hal tidak dilantik menjadi prajurit, wajib memegang teguh rahasia tentara
walaupun yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat.
Pasal 38
(1) Prajurit dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, berpedoman pada Kode Etik Prajurit dan Kode Etik
Perwira.
(2) Ketentuan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 39
Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. kegiatan politik praktis;
3. kegiatan bisnis; dan
4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Bagian Keempat
Pembinaan
Pasal 40
(1) Setiap prajurit menggunakan pakaian seragam, atribut, perlengkapan, dan peralatan militer sesuai
dengan tuntutan tugasnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 41
(1) Setiap prajurit memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya melalui pendidikan dan
penugasan, dengan mempertimbangkan kepentingan TNI serta memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 42
(1) Setiap prajurit memperoleh kesempatan untuk mendapatkan kenaikan pangkat dan /atau jabatan
berdasarkan prestasinya sesuai dengan pola karier yang berlaku dengan mempertimbangkan
kepentingan TNI dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 43
(1) Kenaikan pangkat Kolonel dan Perwira Tinggi ditetapkan oleh Presiden atas usul Panglima.
(2) Kenaikan pangkat selain yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Panglima.
Pasal 44
(1) Prajurit yang mendapat tugas dengan pertaruhkan jiwa raga secara langsung dan berjasa melalui
panggilan tugas dapat dianugerahi kenaikan pangkat luar biasa.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 45
Pengangkatan dan pemberhentian jabatan di dalam struktur TNI selain jabatan Panglima dan Kepala Staf
Angkatan, diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 46
(1) Jabatan tertentu dalam struktur di lingkungan TNI dapat diduduki oleh pegawai negeri sipil.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 47
(1) Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif
keprajuritan.
(2) Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan
Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara,
Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional,
Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.
(3) Prajurit menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas permintaan pimpinan
departemen dan lembaga pemerintahan non departemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang
berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah non departemen dimaksud.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan kebutuhan organisasi departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang
bersangkutan.
(5) Pembinaan karier prajurit yang menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
oleh Panglima bekerja sama dengan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah non departemen
yang bersangkutan.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintahan.
Pasal 48
Pemberhentian sementara dari jabatan dilakukan oleh pejabat yang berwenang mengangkat dan
memberhentikan dalam jabatan tersebut, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Kesejahteraan
Pasal 49
Setiap prajurit TNI berhak memperoleh penghasilan yang layak dan dibiayai seluruhnya dari anggaran
pertahanan negara yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 50
(1) Prajurit dan prajurit siswa memperoleh kebutuhan dasar prajurit yang meliputi:
a. Perlengkapan perseorangan; dan
b. pakaian seragam dinas.
(2) Prajurit dan prajurit siswa memperoleh rawatan dan layanan kedinasan, yang meliputi:
a. penghasilan yang layak;
b. tunjangan keluarga;
c. perumahan/asrama/mess;
d. rawatan kesehatan;
e. pembinaan mental dan pelayanan keagamaan;
f. bantuan hukum;
g. asuransi kesehatan dan jiwa;
h. tunjangan hari tua; dan
i. asuransi penugasan operasi militer.
(3) Keluarga prajurit memperoleh rawatan kedinasan yang meliputi:
a. rawatan kesehatan;
b. pembinaan mental dan keagamaan;
c. bantuan hukum.
(4) Penghasilan layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diberikan secara rutin setiap bulan
kepada prajurit aktif yang terdiri atas:
a. gaji pokok prajurit dan kenaikannya secara berkala sesuai dengan masa dinas;
b. tunjangan keluarga;
c. tunjangan operasi;
d. tunjangan jabatan;
e. tunjangan khusus; dan
f. uang lauk pauk atau natura.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
(1) Prajurit yang diberhentikan dengan hormat memperoleh rawatan dan layanan purna dinas.
(2) Rawatan dan layanan purna dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pensiun, tunjangan
bersifat pensiun, tunjangan atau pesangon dan rawatan kesehatan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 52
Prajurit dan prajurit siswa berhak mendapatkan tanda jasa kenegaraan berdasarkan prestasi dan jasa jasanya
kepada negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pengakhiran
Pasal 53
Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira,
dan 53 (lima puluh tiga ) tahun bagi bintara dan tamtama.
Pasal 54.
Prajurit dapat diberhentikan dengan hormat atau dengan tidak hormat.
Pasal 55
(1) Prajurit diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan karena:
a. atas permintaan sendiri;
b. telah berakhirnya masa ikatan dinas;
c. menjalani masa pensiun;
d. tidak memenuhi persyaratan jasmani atau rohani;
e. gugur, tewas atau meninggal dunia;
f. alih status menjadi pegawai negeri sipil;
g. menduduki jabatan yang menurut peraturan perundang-undangan, tidak dapat di duduki oleh
seorang prajurit aktif; dan
h. berdasarkan pertimbangan khusus untuk kepentingan dinas.
(2) Prajurit yang telah memiliki masa dinas keprajuritan paling sedikit 20 (dua puluh) tahun, berdasarkan
pertimbangan khusus sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf h, dapat dipensiunkan dini dan kepadanya
diberikan hak pensiun secara penuh.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Hak prajurit yang gugur atau tewas diberikan kepada ahli warisnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan pemerintah.
Pasal 57
Hak prajurit yang menyandang cacat berat, cacat sedang, atau cacat ringan yang diakibatkan karena tugas
operasi militer, atau bukan tugas operasi militer selama dalam dinas keprajuritan, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 58
(1) Prajurit yang dalam melaksanakan tugas tidak kembali bergabung dengan kesatuannya sebagai akibat
dari atau diduga diakibatkan oleh tindakan musuh atau di luar kekuasaannya, dinyatakan hilang dalam
tugas, wajib terus dicari.
(2) Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila setelah setahun tidak ada kepastian atas dirinya,
diberhentikan dengan hormat dan kepada ahli warisnya diberikan hak sebagaimana hak prajurit yang
gugur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Prajurit sebagaimana dimaksud ayat (1) yang kemudian ditemukan kembali dan masih hidup, diangkat
kembali sesuai dengan status sebelum dinyatakan hilang dan diberikan hak rawatan dinas penuh selama
dinyatakan hilang, dengan memperhitungkan hak yang telah diterima ahli warisnya.
(4) Pernyataan hilang atau pembatalannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) di
atur dengan keputusan Panglima.
Pasal 59
(1) Prajurit berpangkat kolonel dan perwira tinggi, diberhentikan dari dinas keprajuritan dengan Keputusan
Presiden.
(2) Pemberhentian selain yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Panglima.
Pasal 60
(1) Dalam menghadapi keadaan darurat militer dan keadaan perang, setiap Prajurit sukarela dan Prajurit
Wajib yang telah berakhir menjalani dinas keprajuritan dapat diwajibkan aktif kembali.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.
Pasal 61
(1) Prajurit yang diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan berhak memakai tanda jasa
kenegaraan yang dimilikinya pada waktu menghadiri upacara nasional atau kemiliteran sesuai yang
diperolehnya pada saat masih berdinas aktif.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.
Pasal 62
(1) Prajurit diberhentikan dengan tidak hormat karena mempunyai tabiat dan/atau perbuatan yang nyatanyata dapat merugikan disiplin keprajuritan atau TNI.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap perwira dilaksanakan setelah
mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Perwira.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 63
(1) Perkawinan - perceraian dan rujuk bagi setiap prajurit dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan.
(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Bagian Ketujuh
Ketentuan Hukum
Pasal 64
Hukum militer dibina dan dikembangkan oleh pemerintah untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan
negara.
Pasal 65
(1) Prajurit Siswa tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku bagi prajurit.
(2) Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan
tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan
undang-undang.
(3) Apabila kekuasaan peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berfungsi, maka prajurit
tunduk di bawah kekuasaan peradilan yang diatur dengan undang-undang.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 66
(1) TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
(2) Keperluan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Departemen Pertahanan.
Pasal 67
(1) Dalam hal pemenuhan dukungan anggaran TNI, Panglima mengajukan kepada Menteri Pertahanan untuk
dibiayai seluruhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Dalam hal pemenuhan dukungan anggaran operasi militer yang bersifat mendesak, Panglima
mengajukan anggaran kepada Menteri Pertahanan untuk dibiayai dari anggaran Kontijensi yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja negara.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimintakan persetujuan oleh Menteri Pertahanan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 68
(1) TNI wajib mengelola anggaran pertahanan negara yang dialokasikan oleh pemerintah.
(2) TNI wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan anggaran pertahanan negara sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) kepada Menteri Pertahanan.
(3) Pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, serta efisiensi untuk menerapkan
tata pemerintahan yang baik.
(4) Pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Pasal 69
Pengawasan dan pemeriksaan pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB IX
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
Pasal 70
(1) Pengawasan dan pemeriksaan pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
(2) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan dalam rangka tugas operasional, kerja sama teknik, serta
pendidikan dan latihan.
(3) Hubungan dan kerjasama dalam dan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan berdasarkan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan negara.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
Pada saat berlakunya undang-undang ini, ketentuan tentang usia pensiun sebagaimana dimaksud pada Pasal
33, diatur sebagai berikut:
a. Usia pensiun paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi
bintara dan tamtama, hanya berlaku bagi prajurit TNI yang pada tanggal undang-undang ini diundangkan
belum dinyatakan pensiun dari dinas TNI;
b. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a diatur secara bertahap:
1. Perwira yang tepat berusia atau belum genap berusia 55 (lima puluh lima) tahun, baginya
diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;
2. Perwira yang belum genap berusia 54 (lima puluh empat) tahun, baginya diberlakukan masa dinas
keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 57 (lima puluh tujuh) tahun;
3. Perwira yang belum genap berusia 53 (lima puluh tiga) tahun, baginya diberlakukan masa dinas
keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun; dan
4. Bintara dan Tamtama yang tepat berusia atau belum genap 48 (empat puluh delapan) tahun,
baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga)
tahun.
Pasal 72
Bagi perwira yang pada tanggal undang-undang ini diundangkan sedang menjalani penahanan dalam dinas
keprajuritan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, tetap berlaku ketentuan tersebut sampai masa penahanan dalam dinas keprajuritannya berakhir.
Pasal 73
Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan tentang TNI dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti sesuai dengan undang-undang ini.
Pasal 74
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku pada saat undang-undang tentang Peradilan
Militer yang baru diberlakukan.
(2) Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, tetap tunduk pada ketentuan
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Pasal 75
(1) Segala peraturan pelaksanaan undang-undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak
berlakunya undang-undang ini.
(2) Segala penyebutan, penamaan, dan istilah yang berkaitan dengan postur, organisasi, struktur, tugas
pokok, dan kewenangan TNI harus diubah atau diganti sesuai dengan undang-undang ini paling lambat 2
(dua) tahun sejak undang-undang ini diberlakukan.
Pasal 76
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya undang-undang ini, Pemerintah harus mengambil
alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak
langsung.
(2) Tata cara dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 77
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368), dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 78
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 16 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 16 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 127


1 komentar:

  1. How to Make Money From Betting Online
    Online sports betting is an attractive way to หารายได้เสริม gamble online. It's not a simple hobby to make money with, but to make money from it is not.

    BalasHapus